Selayang pandang psikologi pendidikan
Latar
Belakang Historis
Bidang
psikologi pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang psikologi sebelum
awal abad ke-20. Ada tiga perintis terkemuka yang muncul di awal sejarah
psikologi pendidikan.
William
James.
Beberapa setelah meluncurkan buku ajaran psikologisnya yang
pertama, Principles of Psychology (1890), William James (1842-1910)
memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teacher” (James, 1899/1993)
yang mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan
bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa menjelaskan
kepada kita bagaimana cara mengajar anak secara efektif. Proses belajar dan
mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan merupakan hal terpenting.
Salah satu rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih
tinggi di atas tingkat pengeluaran dan pemahaman anak dengan tujuan untuk
memperluas cakrawala pemikiran anak.
John
Dewey.
Aplikasikan psikologi di tingkat praktis merupakan buah fikiran
utamanya. Banyak ide-ide penting dari John Dewey (Glasseman, 2001, 2002)
diantaranya, pertama, pandangan mengenai anak sebagai pembelajar aktif (active
learner). Sebelum Dewey mengemukakan pandangan ini, ada keyakinan bahwa
anak-anak mestinya duduk diam di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara
pasif dan sopan. Sebaliknya, Dewey percaya bahwa anak-anak akan belajar dengan
baik jika mereka aktif. Kedua, ide bahwa pendidikan seharusnya
difokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Dewey percaya bahwa anak-anak seharusnya
tidak hanya mendapatkan pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari cara
untuk berfikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah. Anak-anak harus
belajar agar mampu memecahkan masalah secara reflektif. Ketiga, gagasan
bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan yang selayaknya. Cita-cita
demokrasi ini pada masa pertengahan abad ke-19 belum muncul, sebab saat itu
pendidikan hanya diberikan pada sebagian kecil anak, terutama anak keluarga
kaya. Dewey adalah salah seorang psikolog yang sangat berpengaruh, seorang
pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua anak, lelaki maupun
perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.
E.
L. Thorndike.
Memberikan banyak perhatian pada penelitian dan pengukuran
dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa
salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan
keahlian penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar
dan mengajar secara ilmiah (Beatty, 1998). Thorndike mengajukan gagasan bahwa
psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada
pengukuran (O'Donnell & Levin, 2001).
Diversitas
dan Psikologi Pendidikan Awal.
Tokoh paling menonjol dalam sejarah awal psikologi
pendidikan kebanyakan adalah pria berkulit putih. Sebelum ada perubahan
undang-undang dan kebijakan hak-hak sipil pada 1960-an, hanya ada segelintir
tokoh non-kulit putih yang berhasil mendapatkan gelar dan bisa menembus
rintangan diskriminasi rasial untuk melakukan riset di bidang ini (Banks,
1998). Dua tokoh Amerika keturunan Afrika-Amerika (Clark & Clark, 1939).
pada 1971, Kenneth Clark menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang menjadi
presiden dari negara latin, George Sanchez melakukan riset yang menunjukkan
bahwa tes kecerdasan secara kultural telah dibiaskan dan merugikan anak-anak
etnis minoritas.
Seperti minoritas etnis lainnya, perempuan juga menghadapi
rintangan untuk mendapatkan pendidika yang lebih tinggi dan karenanya dianggap lambat
dalam mendapatkan pengakuan atas konstribusi mereka terhadap riset psikologis.
Salah satu orang yang sering diabaikan dalam sejarah psikologi pendidikan
adalah Leta Hollingworth. Dia adalah orang pertama yang menggunakan istilah gifted
untuk mendeskripsikan anak-anak yang mendapatkan skor istimewa dalam tes
kecerdasan (Hollingworth, 1916).
Perkembangan
Lebih Lanjut.
Pendekatan Thorndike untuk studi pembelajaran digunakan
sebagai panduan bagi psikologi pendidikan di paruh pertama abad ke-20. Dalam
ilmu psikologi Amerika, pandangan B. F. Skinner (1938), yang didasarkan pada
ide-ide Thorndike, sangat memengaruhi psikologi pendidikan pada pertengahan
abad ke-20. Pendekatan perilaku ala Skinner menggunakan cara menentukan kondisi
terbaik untuk belajar secara tepat. Skinner berpendapat bahwa mental yang
dikemukakan oleh psikolog seperti James dan Dewey adalah proses yang tidak
dapat diamati dan karenanya tak bisa menjadi subjek studi psikologi ilmiah. Yang
menuntutnya adalah ilmu tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu tentang
kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku. Pada 1950-an, Skinner (1954)
mengembangkan konsep progremmed learning (pembelajaran terprogram),
yakni setelah murid melalui serangkaian langkah ia harus terus didorong (reinforced)
untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Skinner menciptakan sebuah alat
pengajaran yang berfungsi sebagai tutor dan mendorong murid untuk mendapatkan
jawaban yang benar (Skinner, 1958).
Tahun 1950-an Benjamin Blomm menciptakan taksonomi keahlian
kognitif yang mencakup pengingat, pemahaman, synthesizing, dan
pengevaluasian, yang menurutnya harus dipakai dan dikembangkan oleh guru untuk
membantu murid-muridnya (Bloom & Krathowohl, 1956). “Perspektif kognitif
mengimplikasikan bahwa analisis behavioral terhadap pembelajaran sering kali
tidak cukup untuk menjelaskan efek dari instruksi terhadap pembelajaran.” Annual
Review of Psychology (Wittorock & Lumsdaine, 1977). Revolusi kogitif
mulai berlangsung pada 1980-an dengan mengaplikasikan konsep psikologi
kognitif—memori, pemikiran, penalaran, dan sebagainya—untuk membantu murid
belajar. Menjelang akhir abad ke-20 banyak ahli psikologi pendidikan kembali
menekankan pada aspek kognitif dari proses belajar seperti pernah didukung oleh
James dan Dewey pada awal abad ke-20. Selama dekade terakhir abad ke-20, ahli
psikologi pendidikan juga semakin memerhatikan pada aspek sosiemosional dari
kehidupan murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar