Pengalaman
andragogi
Kali ini saya akan berbicara
mengenai sebuah teori yang melibatkan sistem pembelajaran orang dewasa. andragogi
secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Karena
orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya
sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah
kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan
merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu. Pembelajaran bentuk
andragogi ini bagi saya merupakan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan
kemampuan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan yang sudah di usia remaja menuju
dewasa ini. Tidak hanya kemampuan akademis yang dapat dikembangkan dengan teori
belajar ini, tetapi juga kecerdasan emosi serta kemampuan bersosial dengan baik.
Asumsi
dalam teori pembelajaran andragogi ini pertama dari segi
Konsep
Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri
seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah
pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih
tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena
kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain
sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri mampu mengarahkan dirinya
sendiri. Asumsi ini sudah mulai saya miliki sejak saya duduk dibangku SMA,
pembelajaran saya dibangku SMA sudah bisa dibilang mulai menggunakan teori andragogi.
Sejak SMA saya sudah berasrama dan sekarang di bangu kuliah saya tinggal di
kost. Sebagai orang dewasa saya tentunya dapat mengatasi masalah yang saya
hadapi ketika memang sedang berada jauh dari keluarga, hidup mandiri dan mampu
menentukan kebutuhan diri sendiri sesuai dengan konsep diri dalam teori
andragogi ini.
Kedua,
Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan
perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah
kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan
berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang
individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang
bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan
memperoleh pengalaman baru. Dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan
diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan
praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan
peranserta atau partisipasi peserta pelatihan. Sesuai dengan semakin panjangnya
proses hidup seorang individu pasti semakin banyak memiliki pengalaman, orang
dewasa harus mampu mengeksplor pengalaman-pengalaman itu menjadi sebuah
pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar yang saya alami juga sering
menugaskan untuk mengkaji pengalaman yang kita alami. Contohnya saja di kuliah
pendidikan, di akhir bab selalu ada bagian crack the case dimana kita akan
membahas masalah itu berdasarkan pengalaman yang kita miliki dan sesuai teori
yang kita sudah pelajari juga. Belajar dengan sistem diskusi atau semacamnya
juga sudah menjadi keseharian kita di bangku kuliah.
Asumsi ketiga yaitu, Kesiapan
Belajar : Asumsinya bahwa setiap individu semakin
menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan
ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi
lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan
peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik
atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai
pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap
materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya
materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan
peranan sosialnya. Di usia saya ini pastinya tuntutan sosial sudah dirasakan. Kebutuhan
untuk beriteraksi dengan orang lain juga pasti saya rasakan. Ketika di kampus
harus menjadi mahluk sosial yang handal begitu juga diluar kampus. Peka terhadap
lingkungan sekitar juga hal yang harus dimiliki seorang dengan sistem belajar
andragogi. Saya belajar bukan dengan instruksi dari siapapun, hanya saja saya
pasti memikirkan semua kemungkinan yang akan saya terima ketika nantinya saya
tidak belajar. Dan juga dalam belajarpun saya pasti memikirkan kemungkinan yang
saya terima ketika saya terlalu memaksakan diri. Hal inilah yang mampu dikuasai
oleh saya sebagai orang dewasa walaupun terkadang nafsu untuk menyalahi konsep
ini terlalu besar sehingga adakalanya saya juga tidak mampu mengontrol
kebutuhan belajar saya.
Konsep
terakhir yang saya bahas yaitu Orientasi Belajar: Asumsinya yaitu,bagi
orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan
dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih
menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada
anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh
sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi
pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut
hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan
sehari-hari. Berbicara mengenai cita-cita dimasa depan mungkin bukan hal yang
cocok lagi untuk orang dewasa termasuk saya. Apa yang didapatkan itulah yang
harus segera di laksanakan. Karena keadaan juga menuntut untuk itu. Jika tidak,
mungkin saya atau kita akan menjadi orang-orang yang hanya dibuai oleh
angan-angan dan penundaan yang akhirnya berujung pada kesuraman hidup. Orang dewasa
pastinya mengerti hal ini dan tidak akan menginginkanya terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar