Kamis, 12 Juni 2014

psikologi pendidikan "andragogi"


Pengalaman andragogi

Kali ini saya akan berbicara mengenai sebuah teori yang melibatkan sistem pembelajaran orang dewasa. andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu. Pembelajaran bentuk andragogi ini bagi saya merupakan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan yang sudah di usia remaja menuju dewasa ini. Tidak hanya kemampuan akademis yang dapat dikembangkan dengan teori belajar ini, tetapi juga kecerdasan emosi serta kemampuan bersosial dengan baik.

Asumsi dalam teori pembelajaran andragogi ini pertama dari segi   Konsep Diri: Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri mampu mengarahkan dirinya sendiri. Asumsi ini sudah mulai saya miliki sejak saya duduk dibangku SMA, pembelajaran saya dibangku SMA sudah bisa dibilang mulai menggunakan teori andragogi. Sejak SMA saya sudah berasrama dan sekarang di bangu kuliah saya tinggal di kost. Sebagai orang dewasa saya tentunya dapat mengatasi masalah yang saya hadapi ketika memang sedang berada jauh dari keluarga, hidup mandiri dan mampu menentukan kebutuhan diri sendiri sesuai dengan konsep diri dalam teori andragogi ini.

Kedua, Peranan Pengalaman: Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan. Sesuai dengan semakin panjangnya proses hidup seorang individu pasti semakin banyak memiliki pengalaman, orang dewasa harus mampu mengeksplor pengalaman-pengalaman itu menjadi sebuah pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar yang saya alami juga sering menugaskan untuk mengkaji pengalaman yang kita alami. Contohnya saja di kuliah pendidikan, di akhir bab selalu ada bagian crack the case dimana kita akan membahas masalah itu berdasarkan pengalaman yang kita miliki dan sesuai teori yang kita sudah pelajari juga. Belajar dengan sistem diskusi atau semacamnya juga sudah menjadi keseharian kita di bangku kuliah.

Asumsi ketiga yaitu, Kesiapan Belajar : Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya. Di usia saya ini pastinya tuntutan sosial sudah dirasakan. Kebutuhan untuk beriteraksi dengan orang lain juga pasti saya rasakan. Ketika di kampus harus menjadi mahluk sosial yang handal begitu juga diluar kampus. Peka terhadap lingkungan sekitar juga hal yang harus dimiliki seorang dengan sistem belajar andragogi. Saya belajar bukan dengan instruksi dari siapapun, hanya saja saya pasti memikirkan semua kemungkinan yang akan saya terima ketika nantinya saya tidak belajar. Dan juga dalam belajarpun saya pasti memikirkan kemungkinan yang saya terima ketika saya terlalu memaksakan diri. Hal inilah yang mampu dikuasai oleh saya sebagai orang dewasa walaupun terkadang nafsu untuk menyalahi konsep ini terlalu besar sehingga adakalanya saya juga tidak mampu mengontrol kebutuhan belajar saya.

Konsep terakhir yang saya bahas yaitu Orientasi Belajar: Asumsinya yaitu,bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari. Berbicara mengenai cita-cita dimasa depan mungkin bukan hal yang cocok lagi untuk orang dewasa termasuk saya. Apa yang didapatkan itulah yang harus segera di laksanakan. Karena keadaan juga menuntut untuk itu. Jika tidak, mungkin saya atau kita akan menjadi orang-orang yang hanya dibuai oleh angan-angan dan penundaan yang akhirnya berujung pada kesuraman hidup. Orang dewasa pastinya mengerti hal ini dan tidak akan menginginkanya terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar